ISTANA BALLA LOMPOA

ISTANA BALLA LOMPOA

Abdurrazak Daeng Patunru, Sejarah Gowa, Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara, Makassar 1969. Istana Balla Lompoa tersebut diproses dan dirancang sesuai dengan aturan kebiasaan umum yang berlaku turun temurun dalam wilayah Kerajaan Gowa, seperti yang telah diuraikan sebelumnya sebagai syarat yang harus dipenuhi bagi sebuah rumah adat suku Makassar terutama untuk kediaman raja. Istana Balla Lompoa sempat dihuni oleh dua raja masing-masing:
·         I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bontonompo Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin Raja Gowa XXXV Tumenanga ri Sungguna (1936 – 1946)
·         Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aididdin (Raja Gowa XXXVI) dan menjadi Kepala Daerah pertama (1946 1960).

Karena Istana Balla Lompoa dikuasai dan dihuni secara tetap oleh seorang pemilik yaitu raja/somba, dijadikan tempat penyelenggaraan kehidupan sebagai makhluk sosial tanpa ada orang lain yang boleh berbuat atau bertindak sesuka hati di tempat itu, tempat mengembangkan, mengasuh, mendidik dan membesarkan generasi bagi pemiliknya, menjadi tempat pertumbuhan, pelaksanaan, pengembangan dan pelestarian nilai-nilai kebiasaan yang telah ada dan diakui serta dikembangkan luas dikalangan masyarakat dan sampai sekarang masih dihuni oleh keturunan raja serta sebagai tempat penyimpanan benda-benda kebesaran yang menjadi peninggalan sejarah (museum), maka Istana Balla Lompoa sebagai bekas Istana raja Gowa tetap dikategorikan dan disebut Rumah Adat – Istana Balla Lompoa.


Ciri – ciri Rumah Adat Istana Balla Lompoa
1.    Anjong (mahkota atap) terbuat dari kepala kerbau.
2.    Luas bangunan induk 27,60 x 15,30 meter, terdiri dari enam petak
3.    Luas bangunan paladang (serambi) depan 7 x 5 meter
4.    Luas bangunan serambi belakang (dapur) 20,10 x 12 meter
5.    Besar tiang rata-rata 20 x 20 cm
6.    Jumlah tiang secara keseluruhan sebanyak 78 buah
·         Tiang bangunan utama 48 buah
·         Tiang paladang (serambi depan) 9 buah
·         Tiang dapur (serambi belakang) 21 buah
7.    Jumlah tiang yang berjejer kesamping sebanyak 6 buah
8.    Jumlah tiang yang berjejer kebelakang sebnayak 8 buah, tidak termasuk tiang paladang dan tangga
9.    Tinggi rumah dari tanah sampai kepuncak atap 11,6 meter yang terdiri dari :
·         Passiringan (kolom rumah) 2,5 meter
·         Pa’rinringan (dinding) 3,10 meter
·         Pannyambung 6 meter
Konstruksi lantai Istana Balla Lompoa menggunakan pallangga lompo dan pallangga caddi sedangkan Istana Tamalate hanya menggunanakan palangga lompo.
Tangga Istana Balla Lompoa dan Istana Tamalate diberi atap yang disebutpattongko’tuka’. Atap tangga Istana Tamalate diberi baruga yang memakai timba’ sila dua tingkat, sedangkan Istana Balla Lompoa diberi atap tanpa baruga. Hal ini menggambarkan bahwa Istana Tamalate dibangun untuk digunakan sebagai tempat kegiatan kemasyarakatan dari seluruh golongan masyarakat baik dari golongan karaeng, tumaradeka maupun ata.

Referensi:
Syahrul Yasin Limpo, SH., Drs. Adi Suryadi Culla dan Zaenuddin Tika, SH.,Profil Sejarah Budaya dan Pariwisata Gowa, Sungguminasa, Mei 1995.
Muh. Amin Yakub, Ir. H., Rumah Adat Istana Tamalate Kabupaten Gowa, Sungguminasa 1987.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JEMBATAN KEMBAR SUNGGUMINASA GOWA

BADIK DARI SULAWESI SELATAN

ISTANA TAMALATE